Shiototo


General Manager Menjadi Penjual Es Cincau Keliling



Shiototo - Hasanudin (65) sosok pria kelahiran Palembang yang dulunya adalah seorang General Manager di salah satu tempat hiburan di Jakarta. Penghasilan setiap bulan Hasanudin ratusan juta rupiah, sekarang memilih menjadi mualaf dan berjualan es cincau dan es nanas di Sukabumi, Jawa Barat.

Seorang general manager dengan penghasilan ratusan juta setiap bulan tidak memastikan hidup akan bahagia. Seperti yang Dilansir dari channel Youtube, Gavy Story Sabtu, (25/4/2020) di alami Hasanudin, yang dulunya seorang general manager di sebuah tempat hiburan di jakarta, memiliki rumah mewah, mobil bagus, serta uang yang melimpah serba komplit. Memiliki uang banyak tetapi Hasanudin hanya mengantongi Rp.100.000 saja ke mana mana. Sebagian besar uangnya di pegang istrinya. “Saya pegang Rp100 ribu saja, saya orangnya begitu. Istri kan di rumah pasti perlu, kalau saya enggak perlu,” ujarnya.


Kemudian datang lah konflik keluarga yang akhirnya mengakibatkan Hasanudin harus bercerai dengan istrinya. Lalu Hasanudin pun menikah lagi dengan wanita idaman barunya, konflik pun kembali bermunculan dan tetap saja hidupnya di warnai perpecahan dalam rumah tangga. Berakhir lah dengan perceraian dan uangnya pun habis untuk ke 2 istrinya. Kekayaan Hasanudin ludes untuk keroyalan istrinya.

Hasanudin tidak menyerah dan terus mencari pujaan hatinya dan kemudian jumpa dengan seorang wanita tetapi beda agama, wanita idaman baru Hasanudin adalah seorang muslim, kemudian Hasanudin menjumpai orang tua wanita idamannya, kemudian Hasanudin berbincang dengan orang tua wanita itu, “gimana kalau saya masuk Islam?” Mereka bilang yang penting kamu sholat,” tuturnya.

Di usia 43 tahun, Hasanudin resmi menjadi seorang mualaf. Ia kemudian merantau ke Sukabumi, Jawa Barat, dan memulai hidup baru dengan sang istri. Di sana, ia bertekad meninggalkan masa lalunya yang pelik. Untuk menopang kebutuhan hidupnya sehari-hari, ia memilih berjualan es cincau dengan gerobak dorong. Setiap hari, ia menyusuri jalanan menjajakan dagangannya tersebut.

Meski hasilnya tak sebanyak dulu saat dirinya menjadi seorang manajer, Hasanudin tetap bersyukur. Pernah pada suatu ketika, ia dihadapkan kesulitan saat sang anak membeli sepatu dan diharuskan membayar uang sekolah sebanyak Rp 300 ribu. Saat itu ia hanya pasrah sembari tetap berikhtiar mencari jalan keluar dengan tetap berjualan keliling. Karena tak kunjung mendapat pembeli, cincau yang ia jual mulai rusak.


Beruntung, ada seseorang yang ingin membeli es cincaunya tersebut. Hasanudin pun menolak seraya menjelaskan bahwa barang dagangannya itu telah rusak dan tidak layak konsumsi. Sang pembeli pun tetap membeli minuman lainnya yang juga dijual oleh Hasanudin yakni es nanas sebanyak dua bungkus seharga Rp 10 ribu. Tak disangka, sang pembeli kembali memanggil Hasanudin dan memberinya Rp 300 ribu. Jumlah yang selama ini dicarinya untuk sang anak.

Saat itulah, ia merasa sangat terharu. Hasanudin merasa Allah telah menolongnya saat dirinya membutuhkan. Ia kemudian teringat akan gaji Rp 100 juta yang dulu didapatnya. Hasanudin merasa bahwa uang sebesar Rp 300 ribu yang diperolehnya saat itu nilainya lebih besar dari Rp 100 juta saat ia masih menjadi seorang manajer.

Tidak ada komentar